“Aku tinggalkan untuk kalian dua
amanat, selama kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak
akan tersesat selamanya. Salah satunya lebih agung dari yang lain. Yakni
Kitab Allah (al-Qur’an), tali rahmat-Nya yang terbentang dari langit
hingga bumi. Yang kedua adaah ‘itraty (kerabatku), yakni ahli baitku
(keluargaku). Keduanya tidak akan berpisah di sisiku hingga masuk di
haudh (telaga surga). Perhatikanlah bagaimana kalian akan bersikap
dengan kedua amanat itu?” Demikian terjemahan redaksi hadits Nabi
Muhammad saw dalam Sunan Turmidzi dari sekian banyak redaksi-redaksi
hadits yang mempunyai makna hampir sama dan dapat dipastikan
kesahihannya
.
Namun dalam kenyataannya wasiat tersebut hampir tidak pernah
disinggung dan “dihilangkan” dalam pendidikan dan pengajaran umat Islam.
Hadits wasiat tersebut biasa dikenal dengan sebutan hadits
al-Tsaqalain, dua perkara berat yang diamanahkan Rasulullah sw kepada
umatnya. Hadits di atas bagi mayoritas kaum muslim mungkin terdengar
baru bahkan mungkin dianggap hadits lemah karena galibnya mereka
didengarkan, diajarkan, dan didoktrin dengan riwayat yang lain, yaitu
“Wahai manusia, sesungguhnya aku meninggalkan dua hal untuk kalian.
Apabila kalian berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan
tersesat selamanya. Keduanya adalah Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”..
.
Padahal jika anda mempelajari dan mengetahui ilmu hadits, anda akan
temukan bahwa kedua hadits yang kontradiksi tersebut memiliki perbedaan
kualitas yang menonjol. Hadits yang pertama memiliki kualitas yang
dapat diandalkan sedangkan hadits terakhir dapat dipastikan memiliki
kualitas jauh lebih rendah dan lemah dari hadits pertama. Tidak percaya?
Coba cari penelitian, takhrij kedua hadis tsaqalaindi
internet. Anda akan menjumpai banyak penelitan dan takhrij atas hadist
tersebut yang dapat memahamkan kita semua meski anda bukan orang yang
mumpuni masalah hadits. Anda dapat juga mengkrosceknya dengan puluhan
kitab riwayat, rijal hadits yang tersebar gratis di dunia maya untuk
menghilangkan rasa ketidakpercayan anda
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan dan kenapa wasiat Nabi
Muhammad saw tersebut tidak menyebar luas sebagaimana riwayat lemah
kedua yang sering kita dengar sewaktu sekolah, kuliah bahkan ketika
khatib-khatib Jum’at mulai memerintahkan kita semua untuk bertakwa
kepada Allah swt. Namun jika merunut sejarah peradaban Islam, ada
masa-masa di mana ahli bait, keluarga Nabi Muhammad saw beserta para
pengikutnya ditindas, dikejar-kejar bahkan dibunuh oleh pihak pemegang
kekuasaan. Suatu masa dimana menyebut nama mereka merupakan sebuah
tindakan kriminal yang dapat membunuh si pengucapnya. Yunus bin Ubaid
berkata: “Aku bertanya kepada Hasan al-Basri: ‘Wahai Abu Sa’id, mengapa
engkau katakan bahwa Rasululah saw bersabda demikian… demikian,
sedangkan engkau sendiri tidak mengetahui asal-usulnya?’. Kemudian Hasan
al-Basri menjawab: ‘Wahai kemenakanku, engkau bertanya kepadaku tentang
sesuatu yang orang lain belum pernah menanyakannya padaku, bukankah
engkau mengerti bagaimana keadaan zaman yang kita hadapi sekarang ini, …
ketahuilah … setiap engkau mendengar aku berkata “Rasulullah saw
bersabda”, maka hadits itu adalah dari riwayat Ali bin Abi Thalib ra
hanya saja sekarang ini kita berada dalam zaman di mana tidak boleh
menyebut nama Ali bin Abi Thalib”. Di masa-masa itulah kemungkinan besar
wasiat Nabi Muhammad saw mulai terpinggirkan dan tidak diajarkan pada
umat Islam
.
Apakah wasiat Nabi Muhammad saw yang merupakan bentuk pengutamaan
beliau atas keluarganya seperti halnya tindakan nepotisme sahabat Utsman
yang didorong oleh rasa kemanusiaannya, yang akhirnya kebijakan
tersebut membunuh dirinya sendiri?.“Itulah (karunia) yang Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu upah untuk itu kecuali kasih sayang kepada keluarga”. dan barangsiapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan pula baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Berterimakasih.” (al-Syura: 23). .
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab: 33).
Ayat di atas dan banyak hadits-hadits lain menunjukkan bahwa perintah Nabi Muhammad saw kepada semua umat Islam agar mencintai, mengutamakan, mengikuti, bahkan memasukkan ahli bait Nabi Muhammad saw dalam bacaan shalawat merupakan bagian dari perintah Allah Maha Bijaksana yang disampaikan melalui nabi-Nya.
.
Untuk keperluan perintah tersebut, Allah dengan cara-Nya yang misterius menyiapkan semua yang diperlukan. Allah menciptakan pribadi-pribadi suci berkualitas dari keturunan langsung Nabi Muhammad saw untuk menjaga umat Islam sampai akhir zaman. Merekalah yang disebut ahli bait Muhammad saw (setidaknya yang menjadi kesepakatan seluruh umat Islam adalah Nabi Muhammad saw, Sayyidah Fatimah, Ali, dan kedua putranya Hasan dan Husain). Kedudukan tinggi mereka di sisi Allah dan Nabi-Nya diketahui dengan pasti tidak hanya oleh kalangan ulama biasa melalui banyaknya riwayat Nabi Muhammad tentang mereka. Kalangan ulama khash, sebagai pemegang rahasia Tuhan, pun mengetahui kedudukan mereka dengan jelas. Sebut saja Ibnu Arabi, ia memandang bahwa generasi Fatimah al-Zahra sebagai generasi suci secara dzati. “Sedekat-dekat manusia kepada Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, imam semesta dan pemegang rahasia para nabi seluruhnya”; “Akar dan pokok pohon Tuba berada di kediaman Ali bin Abi Thalib”, adalah beberapa pengakuan beliau akan keutamaan dan keunggulan Ahli bait Nabi Muhammad saw
.
Contoh lainnya adalah Jalal al-Din al-Rumi. Ia menjuluki Ali bin Abi Thalib dengan lebih dari 50 gelar dalam Matsnawinya. Ali sebagai kebanggaan setiap Nabi; sebagai kebanggaan setiap wali; singa Tuhan; cahaya di atas cahaya; yang tenggelam dalam cahaya Allah, dan lain sebagainya. Bahkan ketika mengomentari peristiwa pembunuhan Husain as, satu kejadian selain pembunuhan Yahya bin Zakariya as yang menyebabkan langit menangis darah, ia mengatakan: “Tidakkah engkau tahu bahwa hari Asyura adalah hari duka cita bagi satu jiwa yang lebih utama ketimbang seluruh abad? Bagaimana bisa tragedi ini dianggap ringan oleh seorang mukmin hakiki? Kecintaan kepada anting (Husain) sama dengan kecintaan kepada telinga (Nabi Muhammad saw). Dalam pandangan mukmin sejati, duka cita kepada ruh murni lebih agung ketimbang ratusan banjir pada (zaman) Nuh”.
.
Akhirnya, Tuhan memberikan dua pilihan pada kita semua. Mengecewakan Nabi Muhammad saw atau mencintai ahli baitnya di zaman manusia mendapat kebebasan berpikir, bersuara dan berkeyakinan seperti sekarang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar