Muhammad Ibn Abu Bakar dilahirkan tahun 10H. Ia adalah sahabat setia
dan pengikut Imam Ali Ibn Thalib dan diangkat menjadi anak oleh Imam Ali
Ibn Thalib. Ibunya bernama Asma binti Umais yang pernah menikah dengan
Ja’far Ibn Abi Thalib, saudara dari Imam Ali Ibn Thalib. Setelah Ja’far
Ibn Abi Thalib syahid, Asma binti Umais menikah dengan Abu Bakar dan
kemudian keduanya dianugerahi putera yang diberinama Muhammad Ibn Abu
Bakar. Muhammad Ibn Abu Bakar lahir kira-kira saat haji wada (haji
terakhir) pada tahun 9—10H. Setelah Abu Bakar meninggal, Imam Ali
menikahi Asma binti Umais dan keduanya diberi anugerah seorang putera
bernama Yahya. Muhammad Ibn Abu Bakar sendiri akhirnya dibesarkan oleh
Imam Ali Ibn Abi Thalib ketika usianya masih belia yaitu kurang lebih 3
tahun. Kemudian ia menjadi pengikut setia dari Imam Ali
.
Muhammad Ibn Abi Bakar tumbuh berkembang bersama Hasan dan Husein
kedua cucu Nabi pemuda surga. Ia tumbuh dalam keluarga yang paling
diberkahi di dunia ini. Muhammad Ibn Abu Bakar tumbuh menjadi pemuda
yang gagah berani dan ikut dalam berbagai peperangan bersama Imam Ali.
Salah satu dari peperangan itu menempatkan dirinya berhadapan dengan
saudarinya yaitu A’isyah binti Abu Bakar.
.
Pada saat rezim pemerintahan Utsman Ibn Affan, Muhammad Ibn Abu Bakar sedang berada di Mesir karena ditugaskan oleh Imam Ali sebagai gubernur di sana. Dari Mesir, ia mulai melancarkan penentangannya terhadap rezim Utsman Ibn Affan. Ia membentuk aliansi untuk menentang kekuasaan Utsman Ibn Affan
Ketika Imam Ali akhirnya dipilih umat manusia untuk menjadi khalifah,
Muhammad Ibn Abu Bakar memutuskan untuk bersama-sama dengan Imam Ali
menjalankan roda pemerintahan yang adil. Sebelum Perang Jamal atau
Perang Unta dimulai, Muhammad Ibn Abu Bakar ditugaskan sebagai komandan
pasukan infanteri untuk menyampaikan pesan dari Imam Ali (as) kepada
orang-orang Kufah. Setelah Imam Ali memenangkan peperangan Unta (melawan
pasukan pemberontak yang dikomandoi oleh ‘Aisyah binti Abu Bakar,
Thalhah Ibn Ubaydillah, dan Zubayr Ibn Awwam), Muhammad Ibn Abu Bakar
mengambil alih urusan-urusan ‘Aisyah sesuai perintah dari Imam Ali dan
membawa saudarinya itu kembali ke kota Madinah setelah pasukannya
dikalahkan oleh pasukan Imam Ali
.
.
Muhammad Ibn Abi Bakar itu dikenal sebagai orang
yang sangat rajin dan giat serta penuh semangat dalam melancarkan jihad
dan ibadah lainnya. Ia dikenal sebagai orang yang sangat bertakwa.
Orang-orang memanggilnya sebagai orang yang bertakwa dari suku Qurays.
(LIHAT: al-Ma’arif, halaman 175; lihat juga dalam Syarh Nahjul Balaghah, volume 6, halaman 54 dimana di sana disebutkan: “Muhammad (Ibn Abu Bakar) adalah seorang lelaki yang bertakwa dari kaum Qurays”).
(LIHAT: al-Ma’arif, halaman 175; lihat juga dalam Syarh Nahjul Balaghah, volume 6, halaman 54 dimana di sana disebutkan: “Muhammad (Ibn Abu Bakar) adalah seorang lelaki yang bertakwa dari kaum Qurays”).
Pada tahun 36H (ketika Muhammad Ibn Abu Bakar berusia 26 tahun), Qiys
Ibn Sa’ad dilengserkan dari kekuasaannya sebagai gubernur Mesir dan
kemudian Imam Ali menunjuk Muhammad Ibn Abu Bakar sebagai gubernur
menggantikan Qiys Ibn Sa’ad. Setelah diangkat menjadi gubernur, ia
langsung membuat gebrakan. Sisa-sisa sifat korup dan nepotis Utsman Ibn
Affan yang telah menular kemana-mana di jajaran pemerintahan daerah dan
pusat dengan segera ia bersihkan. Orang-orang yang masih memiliki
sifat-sifat tak terpuji itu merasa resah karena Muhammad Ibn Abu Bakar
mengancam keselamatan mereka
.
.
Setelah peperangan Siffin, Muhammad Ibn Abu Bakar mendapatkan
perlawanan yang sengit dari para pemberontak yang tidak puas dengan
sifat tegas dan adil dari Muhammad Ibn Abu Bakar. Mu’awiyyah Ibn Abu
Sofyan dan Amr Ibn Aas memanfaatkan hal ini dan mereka ikut mendompleng
kekuatan pemberontak. Tahun 38H (atau tahun 658 Masehi), Mu’awiyyah
memerintahkan Amr Ibn Aas bersama 6000 orang prajurit untuk membantu
kaum pemberontak. Karena sebelumnya Amr Ibn Aas pernah menaklukan Mesir
pada masa rezim pemerintahan Umar Ibn Khattab, maka sedikit banyak Amr
Ibn Aas memiliki pengaruh cukup kuat di sana dan ia masih memiliki
jaringan kekuasaan di sana
.
.
Mu’awiyyah mengirimkan berbagai pasukan ke seluruh penjuru daerah
kekuasaan Imam Ali. Nu’man Ibn Basyir (Bukhari mengambil hadits darinya
dan mempercayainya—red) disuruhnya menyerang ‘Ainut Tamar; sedangkan
Sufyan Ibn ‘Auf ke Anbar dan Hit; Abdullah Ibn Mas’adah ke Tayma;
Ad-Dhahhak Ibn Qais ke pinggiran kota Kufah; Busur Ibn Arthah ke kota
Madinah dan Makkah. Di berbagai penjuru negeri itu mereka melakukan
penjarahan, perkosaan, pembunuhan dengan cara-cara keji yang tidak bisa
diungkapkan dengan kata-kata
.
Muhammad Ibn Abu Bakar merasa kewalahan melawan para pemberontak yang
sekarang jauh lebih kuat karena ada pasukan tambahan dari Mu’awiyyah
dan Amr Ibn Aas. Akhirnya ia meminta bantuan dari Imam Ali. Menurut
berbagai sumber, Imam Ali sebenarnya memberikan bantuan dengan
mengirimkan jenderal perangnya yang terbaik sekaligus juga teman
setianya sejak kecil yaitu Malik al-Asytar untuk mengambil alih jabatan
dari Muhammad Ibn Abu Bakar karena Imam Ali merasa Malik al-Asytar
lebiih memilki kekuatan yang cukup untuk menahan gempuran pasukan Amr
Ibn Aas. Akan tetapi Malik al-Asytar meninggal dalam perjalanan menuju
ke Mesir. Sejarah mencatat bahwa Mu’awiyyah-lah yang membunuh Malik
al-Asytar dengan racun.
Muhammad Ibn Abu Bakar sendiri makin terdesak karena ia ditinggalkan
oleh para sahabatnya yang ternyata kurang setia dan akhirnya Muhammad
Ibn Abu Bakar ditangkap oleh pasukan pemberontak dan diserahkan kepada
Mu’awiyyah. Imam Ali mencoba untuk menghubungi orang-orang Kufah agar
mau membantu Muhammad Ibn Abu Bakar, akan tetapi permintaan itu tidak
digubris dan menjadi sia-sia saja
.
.
DIBUNUH DAN DIBAKAR DALAM PERUT SEEKOR KELEDAI
Mesir diserang Amr Ibn al-Aas. Gubernur yang
ditunjuk Imam Ali yaitu Muhammad Ibn Abu Bakar—adik ‘Aisyah—mengutus
pasukan Kinanah untuk mencoba menghadang pasukan Amr Ibn al-Aas. Amr Ibn
al-Aas meminta tambahan bala bantuan. Mu’awiyyah bin HUdayj al-Sukuni
tiba dengan segera. Kinanah dan anggota-anggota pasukannya dikepung dari
segala penjuru. Kinanah turun dari kudanya sambil membaca al-Qur’an:
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali Imran: 145)
Kinanah dan pasukannya ditebas dengan pedang. Mereka syahid. Berita
hancurnya pasukan Kinanah meruntuhkan moral tentara Muhammad Ibn Abu
Bakar. Para pengikutnya meninggalkannya sendirian…………………
.
.
Muhammad mengirimkan surat meminta bantuan pasukan
kepada Imam Ali. Sementara pasukan belum datang, Muhammad Ibn Abu Bakar
bersembunyi sendirian di sebuah puing-puing di pinggir jalan. Mu’awiyyah
menemukannya dan mengeluarkannya dari tempat persembunyiannya dalam
keadaan hampir mati kehausan.
Mu’awiyyah berkata:
“Tahukah kamu apa yang akan aku lakukan atasmu? Aku akan memasukkan kamu dalam bangkai seekor keledai dan kemudian membakarnya.”
Muhammad Ibn Abu Bakar—pengikut setia Imam Ali—menjawab:
“Kalau kamu melakukan begitu kepadaku, seperti itulah seringkali para kekasih Allah diperlakukan. Aku berharap api yang membakar itu akan dijadikan Allah sejuk dan sejahtera seperti ia dijadikan seperti itu pada Ibrahim (as). Mudah-mudahan Allah memperlakukan kamu seperti IA memperlakukan Namrud dan para pendukungnya…………….”
Demi mendengar jawaban itu, Mu’awiyyah murka
sekali. Ia kemudian memasukkan Muhammad Ibn Abu Bakar kedalam perut
bangkai keledai dan membakarnya.
Ketika ‘Aisyah mendengar berita itu, ia menangis
sepedih-pedihnya dan berkunut setiap shalat mendo’akan kebinasaan untuk
Mu’awiyyah dan Amr Ibn al-Aas.”
(LIHAT: REFERENSI SUNNI:
-
Tarikh al-Tabari, 5: 103
-
Al-Kamil fi al-tarikh, 2: 412
-
al-Gharat, 1: 282-285
-
Ansab ak-Asyraf, 3: 171)
‘Aisyah mendo’akan keburukan kepada Mu’awiyyah meskipun ia mendukung ‘Aisyah dalam perang unta sementara Muhammad Ibn Abu Bakar malah mendukung musuh ‘Aisyah yaitu Ali Ibn Thalib.
Masih dalam Tarikh al-Tabari (REFERENSI DARI
SUNNI), dikisahkan bagaimana Imam Ali berusaha keras untuk mengumpulkan
bala bantuan. Ia berpidato di hadapan orang banyak:
“Wahai hamba-hamba Allah! Mesir lebih besar daripada Syam. Lebih banyak kebaikannya dan lebih banyak penduduknya. Jangan sampai orang lain merebut Mesir. Karena lestarinya Mesir pada tangan kalian akan memuliakan kalian dan merendahkan musuh kalian. Besok datanglah ke Jur’ah, antara Hirat dan Kufah. Aku akan menunggu kalian di sana Insya Allah.”
Keesokan harinya Imam Ali (as) keluar berjalan ke
Jur’ah. Pagi-pagi sekali. Ia menunggu di situ sampai pertengahan hari.
Tidak ada satupun yang datang……………………
Orang-orang shaleh dan bertakwa seringkali dikhianati oleh para
pengikutnya. Seperti halnya Muhammad Ibn Abu Bakar yang sendirian, Imam
Ali pun merasakan kesendirian yang sama
Berbahagialah orang-orang yang beserta Muhammad Ibn Abu Bakar dan Imam Ali Ibn Abi Thalib
.
.
Berbahagialah orang-orang yang lebih memilih
mereka………. dibandingkan memilih untuk setia kepada Mu’awiyyah Ibn Abu
Sofyan dan Amr Ibn al-Aas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar